Jumat, 18 Juli 2008

Berilium

Berilium: Kawan atau Lawan?
Oleh Soetrisno

Berilium banyak digunakan dalam teknologi-teknologi yang ada sekarang ini, mulai dari mobil dan komputer sampai alat prostetik gigi. Popularitas berilium terkait dengan sifat-sifatnya yang unik antara lain ringan, enam kali lebih keras dari baja, memiliki titik leleh tinggi (1285C) dan kapasitas penyerapan panas, dan tidak bersifat magnetik serta tahan korosi. Berilium juga digunakan untuk tenaga nuklir dan aplikasi senjata. Pada tahun 2000 Amerika Serikat menggunakan 390 ton berilium, dengan total biaya yang diperkirakan $140 juta.

Akan tetapi, logam ini memiliki efek kesehatan negatif: pada individu yang rentan, keterpaparan terhadap berilium menyebabkan sebuah penyakit paru-paru yang disebut penyakit berilium kronis (CBD) - sebuah kondisi yang melemahkan, tidak dapat disembuhkan, dan sering fatal. Dengan meluasnya penggunaan berilium, efek negatif ini sangat memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang sifat-sifat kimia berilium pada kondisi-kondisi biologis dan bagaimana hal ini menyebabkan penyakit dan penyembuhannya serta terapi yang potensial.

Sebuah antigen berilium (tengah) terikat ke molekul HLA pada sebuah sel penampak antigen dan dibawa ke sel T, sehingga memicu respon kekebalan

Diduga bahwa respon kekebalan terhadap berilium terpicu ketika unsur yang dihirup tanpa sadar dideteksi oleh sel-sel penampak antigen (APC, lihat gambar). Spesies berilium yang tidak diketahui berfungsi sebagai antigen yang terikat ke molekul HLA (antigen leukosit manusia) pada permukaan APC. Antigen berilium selanjutnya dibawa ke sel T (sel darah putih dengan peranan utama dalam respon kekebalan). Penelitian sekitar 6 tahun yang lalu di Los Alamos menghasilkan gambaran yang lengkap dari spesiasi berilium pada kondisi-kondisi biologis, termasuk interaksinya dengan protein dan konsekuensi imunologi yang ditimbulkan.

Melalui penelitian beberapa kompleks molekul kecil dari berilium, ditemukan bahwa berilium memiliki kecenderungan tinggi untuk menggantikan atom-atom hidrogen pada ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan-ikatan ini, yang sering terbentuk antara asam-asam amino yang mengandung gugus karboksilat dan alkohol, membantu memberikan kerangka-dasar yang mendukung struktur dan fungsi protein. Dengan memperluas model ini ke sistem biologis yang nyata, terlihat bahwa berilium menggantikan keseluruhan atom ikatan hidrogen kuat (12 atom) pada transferrin, sebuah protein transport zat besi yang ditemukan dalam plasma darah. Ini merupakan sebuah jalur potensial bagi berilium untuk memasuki sel dengan reseptor-reseptor transferrin. Penelitian-penelitian ini membuka paradigma baru untuk pengikatan berilium dalam sistem biologis yang sebenarnya.

Terkait dengan kecenderungannya untuk menggantikan atom-atom dalam ikatan hidrogen, berilium diketahui membentuk kelompok-kelompok polimetalik dengan gugus-gugus karboksilat. Sehingga telah diduga bahwa berilium juga akan membentuk kelompok-kelompok pada protein yang memiliki banyak residu karboksilat di sekitarnya. Sebuah temuan yang menarik adalah bahwa molekul HLA dari pasien CBD mengandung jumlah residu karboksilat yang lebih besar dibanding molekul HLA dari orang yang tidak menderita CBD. Dan penelitian dengan NMR 9Be menunjukkan kelompok atom berilium yang dijembatani karboksilat itu sebagai sebuah gambaran struktural menyeluruh dari antigen (lihat gambar).

Penelitian dengan menggunakan microarray telah memberikan wawasan lain tentang mekanisme-mekanisme yang mengatur respon kekebalan berilium. Gen-gen perlekatan sel dan chemokin (protein-protein kecil yang memediasi migrasi sel) diregulasi dengan baik dalam sel-sel yang diperlakukan dengan berilium. Ini menunjukkan sebuah mekanisme yang melibatkan gradien-gradien chemokin untuk menarik sel-sel imun ke tempat inflamasi. Disamping itu, sel-sel imun yang diperlakukan dengan berilium menunjukkan pensinyalan intraseluler yang berubah dan pelepasan sitokin ketika merespon terhadap lipopolisakarida - sebuah toksin yang ditemukan dalam membran sel terluar bakteri. Ini menunjukkan bahwa keterpaparan lebih dulu terhadap berilium bisa merubah respon kekebalan host terhadap infeksi bakteri selanjutnya. Implikasi bahwa molekul-molekul perlekatan sel dan chemokin terkait dengan CBD berpotensi memberikan kemungkinan untuk menggunakan molekul-molekul yang merusak regulasi molekul-molekul imun ini untuk menghambat perkembangan gejala-gejala penyakit.

Sebuah pendekatan multidisiplin yang berbasis molekuler untuk meneliti CBD telah berhasil mengidentifikasi spesies-spesies berilium yang relevan, interaksinya dengan protein dan peranan potensialnya dalam penyakit. Ini tidak hanya bisa mengarah pada penyembuhan dan terapi yang potensial untuk CBD, tetapi juga memberikan wawasan tentang mekanisme-mekanisme logam lain dan penyakit-penyakit autoimun.

Tidak ada komentar: